Jumat, 29 Maret 2019

Kisah reuni guru dan murid

Dalam sebuah acara Reuni, beberapa alumni menjumpai guru sekolah mereka dulu.

Mereka menceritakan kisah sukses masing-masing...


Ada yang menjadi Wakil Bupati, direktur BUMN, ada yang menjadi direktur Bank, ada yg menjadi pengusaha sukses, pns, Guru, dokter, arsitek, pengacara, Anggota dewan, Ketua Lsm, Wartawan, konsultan, kepala desa dll.

Melihat para alumni tersebut ramai-ramai membicarakan kesuksesan mereka, guru tsb segera ke dapur kmdn mengambil seteko kopi panas dan beberapa cangkir kopi yang berbeda-beda. ‎Mulai dari cangkir yang terbuat dari kristal, kaca, melamin dan plastik.

_“Sudah, sudah.. Ngobrolnya berhenti dulu. Ini Bapak sudah siapkan kopi buat kalian,”_ seru sang guru memecah keasyikan obrolan mereka.

Hampir serempak, mereka kemudian berebut cangkir terbaik yang bisa mereka dapat.


Akhirnya, di meja yang tersisa hanya satu buah cangkir plastik yang paling jelek.

Lantas, setelah semua mendapatkan cangkirnya, sang guru pun mulai menuangi cangkir itu dengan kopi panas dari teko yang telah disiapkannya.

_“Mari, silakan diminum,”_ ajak sang guru, yang kemudian ikut mengisi kopi dan meminum dari cangkir terakhir yang paling jelek.

_“Bagaimana rasanya? Nikmat kan? Ini dari kopi hasil kebun keluarga saya sendiri.”_

_“Wah, enak sekali Pak.. Ini kopi paling sedap yang pernah saya minum,”_ timpal salah satu murid yang langsung diiyakan oleh teman yang lain.

_“Nah, kopinya enak ya? Tapi, apakah kalian tadi memperhatikan. Kalian hampir saja berebut untuk memilih cangkir yang paling bagus hingga hanya menyisakan satu cangkir paling jelek ini?”_ tanya sang guru.

Murid-murid itu pun saling berpandangan.

_"Perhatikanlah, bahwa kalian semua memilih cangkir yg bagus dan kini yg tersisa hanyalah cangkir yg murah dan tidak menarik._

_Memilih hal yg terbaik adalah wajar dan manusiawi. Namun persoalannya, ketika kalian tidak mendapatkan cangkir yg bagus perasaan kalian mulai terganggu._


_Kalian secara otomatis melihat cangkir yg dipegang orang lain dan mulai membandingkannya._

_Pikiran kalian terfokus pada cangkir, padahal yg kalian nikmati bukanlah cangkirnya melainkan kopinya.‎_

_Hidup kita, baik kehidupan dunia maupun kehidupan ibadah, seperti kopi dalam analogi tsb di atas, sedangkan cangkirnya adalah sarana, pekerjaan, jabatan, atau harta benda yg kita miliki."_

Semua alumni tertegun mendengar penjelasan dari sang guru.


Penjelasan dari sang guru telah menyentak kesadaran mereka.

_"Anak-anakku tercinta..."_


lanjut sang guru.

_"Jangan pernah membiarkan cangkir mempengaruhi kopi yg kita nikmati._


_Cangkir bukanlah yg utama, kualitas kopi itulah yg terpenting._


_Jangan berpikir bahwa kekayaan yg melimpah, sarana yg mewah, karier yg bagus dan pekerjaan yg mapan merupakan jaminan kebahagian hidup dan kenikmatan dlm beribadah._


_Itu konsep yg sangat keliru._

_*Kualitas hidup dan ibadah kita ditentukan oleh  "Apa yg ada di dalam" bukan "Apa yg kelihatan dari luar.*"_



_Status, pangkat, kedudukan, jabatan, kekayaan, kesuksesan, popularitas, adalah sebuah predikat yang disandang._


_Tak salah jika kita mengejarnya._


_Tak salah pula bila kita ingin memilikinya._

_Namun, semua itu hanya sarana._


_Sarana hanya bermanfaat apabila bisa mengantarkan kita pada tujuan._

_Apa gunanya  memiliki segala sarana, namun tidak pernah merasakan kedamaian,_ _ketenteraman,_ _ketenangan, dan kebahagian sejati di dalam kehidupan kita?_

_Itu sangat menyedihkan._


_Karena hal itu sama seperti kita menikmati kopi kualitas buruk yg disajikan di sebuah cangkir kristal yg mewah dan mahal..."_

_Kunci menikmati kopi bukanlah seberapa bagus cangkirnya, tetapi seberapa bagus kualitas kopinya..."_

*_Selamat menikmati secangkir kopi kehidupan..._*

Rejeki

RIZKI ITU ADA DI LANGIT, BUKAN DI BUMI!

Saya punya sate langganan di kawasan Condet, Jakarta Timur. Ini sate paling enak di Jakarta menurut saya. Susah cari lawannya! Dagingnya empuk, dan wanginya emh…. bikin siapa pun ketagihan.

Anehnya, warung sate ini bukanya suka-suka.  Tidak ada jam buka dan kadang-kadang libur mendadak, tanpa pemberitahuan. Seperti orang yang tidak butuh pelanggan. Kita harus telepon dulu kalau mau ke sana. Beberapa kali saya nekad datang ke sana tanpa telepon dulu ternyata warungnya tutup.

Saya tanya: "Kenapa cara jualannya seperti itu Pak Haji?  Pak Haji Ramli penjual sate kondang itu menjawab dengan enteng: "Rejeki sudah ada yg ngatur, kenapa harus ngoyo? Kita kan hanya disuruh usaha, soal hasil itu urusan Allah, bukan urusan kita!”

"Bukan ngoyo Pak Haji!”,  jawab saya. Bapak bisa kehilangan pelanggan kalo jualannya begitu!"

Pak Haji tersenyum mendengar komentar saya.

“Kayak situ yg ngatur rejeki aja!”Kata Pak Haji sambil senyum.

“Jangan pernah takut kehilangan rejeki...Rejeki itu kita cari bukan jumlahnya, tapi yang paling penting harus halal biar berkah! Kalau Anda selalu mencari  rizki yang halal, makin banyak orang yang akan menikmati keberkahannya. Istri Anda, anak Anda, dan orang-orang terdekat, akan menikmati keberkahan dari rejeki Anda. Allah makin sayang sama Anda. Coba lihat, berapa banyak orang kaya tapi gak bisa menikmati kekayaanya?” Kata Pak Haji dengan penuh yakin.

“Tapi Pak Haji, kan gak ada salahnya juga kalau Bapak buka tiap hari! Malah kalau bisa malam juga buka karena banyak orang suka makan sate malam juga Pak!” Sergah saya, balik meyakinkan Pak Haji.

“Warung sate Bapak bisa makin rame dan makin besar!" kata saya lagi.

Pak Haji Ramli menghela napasnya agak dalam.

"Hai anak muda, Rizki itu ada di langit bukan di bumi!”

“Anda Muslim  kan?" Tanya Pak Haji Ramli sambil menatap tajam wajah saya.

“Suka ngaji gak?”

“Coba baca, apa kata Qur’an?”

"Cari nafkah itu siang bukan malam! Malam itu untuk istirahat, bukan untuk bekerja!” Kata Pak haji balas meyakinkan.

“Saya cuma mau jualan siang, kalau malam biarlah itu rejekinya tukang sate yang jualannya malam. Kalau saya lagi gak mau buka karena ada pengajian, yang penting ngaji. Biarlah orang makan yang lain, gak harus makan sate saya!”

“Dari jualan sate siang saja saya sudah merasa cukup dan bersyukur, kenapa harus buka sampe malam?" Pak Haji nyerocos sambil membakar sate.

“Pak Haji, kalau banyak ngaji berarti banyak liburnya dong?” Tanya saya lagi.

“Ya biar aja!” Islam nyuruh saya ngaji tiap hari,  tidak nyuruh saya jualan tiap hari!”

“Nih bunyinya begini kata Allah: “Makin banyak waktumu engkau habiskan untuk mempelajari Al Qur’an, urusan duniamu Aku yang urus! Mau apa lagi?” Bantah Pak Haji.

"Coba liat orang-orang yang kelihatanya kaya itu. Pake mobil mewah, rumahnya mewah. Tanya mereka, emang hidupnya enak?" Pasti lebih enak hidup saya karena saya gak dikejar target, gak dikejar hutang! Saya 2 minggu sekali pulang ke Tegal, mancing, naik sepeda lewat sawah-sawah lewat kampung-kampung, bergaul dengan manusia-manusia yang menyapa dengan tulus. Tak seperti orang kota yang hanya  menyapa  kalau ada maunya!”,  jelas Pak Haji.

“Biarpun saya  naik sepeda tapi batin saya jauh lebih enak daripada naik Jaguar!”

“Saya bisa menikmati angin yang asli, bukan AC. Bisa denger kodok, jangkrik, dan binatang-binatang lainnya, lebih nyaman di kuping daripada  dengerin musik di dalam mobil!”

“Coba Anda pikir, buat apa kita ngoyo bekerja siang-malam?”

“Jangan-jangan kita muda kerja keras ngumpulin uang, sudah tua uangnya dipake ngobatin penyakit kita sendiri karena terlalu kerja keras waktu muda! Itu banyak terjadi kan? Dan... jangan lupa, Tuhan sudah menakar rejeki kita! Jadi buat apa kita nguber rejeki sampe malam? Rezeki gak bakal ketuker!! Yang kerja siang ada bagiannya, begitu juga yang kerja malam!"

"Kalau kata peribahasa, waktu itu adalah uang. Tapi jangan diterjemahkan tiap waktu untuk cari uang!”

“Waktu itu adalah uang, artinya kita harus bisa memanfaatkan sebaik-baiknya karena waktu tidak bisa diulang. Uang bisa dicari lagi! Waktu lebih berharga dari uang. Makanya saya lebih memilih waktu daripada uang!"

"Waktu saya ngobrol dengan Anda ini jauh lebih berharga daripada saya bikin sate. Kalau saya cuma bikin sate, di mata Anda, saya hanya akan dikenang sebagai tukang sate. Tapi dengan ngobrol begini semoga saya bisa dikenang bukan cuma tukang sate, mungkin saya bisa dikenang sebagai orang yang punya arti dalam hidup Anda sebagai pelanggan saya. Kita bisa bersahabat! Waktu saya jadi berguna juga buat saya. Begitu juga buat Anda.”

“Kalau Anda merasa ngobrol dengan saya ini sia-sia, jangan lupa ya: "Rejeki bukan ada di kantor Anda tapi di langit! Coba buka Qur’an, itu kata Allah bukan kata saya. Gak mungkin kan Allah bohong?” Begitu kata Pak Haji Ramli menutup pembicaraan.